Pertanyaan di atas tentu saja tidak mudah untuk dijawab. Namun pertanyaan itu juga harus
dijawab atau setidaknya diketahui dalam konteks itu sebagai bagian dari proses refleksi diri.
Ramadan Telah Berakhir
Saat tulisan ini sampai ke pembaca, hampir dipastikan Ramadan 1445 Hijriyah sudah berakhir.
Waktu 29-30 hari di bulan Ramadan terasa berlalu sangat cepat. Baru saja merasa masuk ke
bulan Ramadan tiba-tiba sudah berada di akhir Ramadan. Orang-orang beriman pada umumnya
merasa sedih ketika Ramadan berakhir. Sedih karena tentu peluang untuk mendapatkan pahala
sebanyak mungkin sudah tertutup. Bahkan ada salah satu hadits yang menyebutkan bahwa
makhluk-makhluk besar di langit dan bumi beserta malaikat ikut menangis karena Ramadan
sudah berakhir.
Dari Jabir radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Jika malam Ramadhan berakhir, seluruh makhluk-makhluk besar, di segenap langit dan bumi,
beserta malaikat ikut menangis. Mereka bersedih karena bencana yang menimpa umat
Muhammad saw.”
Para sahabat bertanya, “Bencana apakah ya Rasul?”
Nabi menjawab “Kepergian bulan Ramadhan. Sebab di dalam bulan Ramadhan segala doa
terkabulkan, Semua sedekah diterima dan amalan-amalan baik dilipatgandakan pahalanya,
penyiksaan sementara di hapuskan.”
Ulama-ulama yang shalih juga senantiasa bersedih ketika Ramadan akan berakhir. Kesedihan
tersebut misalnya bisa tergambar dari ungkapan seorang ulama bernama Ibnu Rajab Al-Hambali
dalam kitab Lathaif Al-Ma’arif. Ia berkata, “Bagaimana bisa seorang mukmin tidak menetes air
mata ketika berpisah dengan Ramadan, sedangkan ia tidak tahu apakah masih ada sisa
umurnya untuk berjumpa lagi” (LSPT, 2022).
Tanda-Tanda Amalan Shaum Diterima Allah SWT
Selain bersedih, para ulama terdahulu ketika Ramadan akan berakhir mereka senantiasa
berdo’a agar shaum dan amalan-amalan lainnya diterima oleh Allah SWT. Mualla’ bin Fadhl
rahimahullah pernah berkata.
“Dahulu kala mereka berdoa kepada Allah Ta’ala selama enam bulan agar Allah Ta’ala
pertemukan mereka dengan bulan Ramadan. Mereka juga berdoa selama enam bulan
(setelahnya) agar Allah Ta’ala menerima (amal ibadah) mereka (di bulan Ramadan).”
Dari pernyataan di atas, bisa terlihat bagaimana sikap ‘tawadhu mereka kepada Allah SWT.
Meskipun pada hakikatnya para ulama tersebut adalah orang-orang shalih dan taat beribadah
mereka tetap memiliki kekhawatiran jika amalan-amalan yang sudah dilakukannya tidak
diterima Allah SWT.
Jika kembali kepada pertanyaan awal seperti yang ditulis pada judul tulisan ini, tentu
jawabannya memang tidak semudah menjawab pertanyaan dalam ilmu matematika atau ilmu
pasti, yang punya jawaban pasti atau jawaban yang sudah memiliki rumusan baru. Meskipun
demikian, pertanyaan tersebut dapat terjawab setidaknya dengan melihat apa yang disebut
dengan tanda-tandanya. Ada kaidah dari para ulama bahwa, “Sesungguhnya diantara alamat
diterimanya kebaikan adalah kebaikan selanjutnya” (Bahraen, 2020)
Secara umum, setidaknya ada 3 (tiga) tanda diterima amal ibadah diterima Allah SWT. Pertama,
kondisi seseorang setelah melakukan ketaatan lebih baik dari sebelumnya. Syekh Binbaz
rahimahullah pernah ditanya perihal tanda-tanda diterimanya amal-amal saleh yang dilakukan
seorang hamba. Kemudian rahimahullah beliau menjawab,
“Maka, di antara tanda-tanda diterimanya (sebuah amal): lapangnya dada, istikamah di atas
kebaikan, bergegas dalam ketaatan, berhati-hati dari keburukan dan dosa. Saat intensitas
kejelekannya menjadi sedikit, kebaikannya bertambah dan hatinya merasa tenang kepada
kebaikan. Maka, inilah tanda-tanda taufik dan diterimanya amalan, yaitu keadaan dan
kondisinya berubah menjadi lebih baik.”
Kedua, dimudahkan untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan lain setelahnya. Seorang hamba
yang amalannya diterima oleh Allah Ta’ala, maka ia akan diberikan taufik untuk mengerjakan
kebaikan-kebaikan lain setelahnya. Karena sejatinya amal saleh dan kebaikan merupakan rantai
yang tak terputus. Selesai melakukan sebuah ketaatan, maka akan datang ketaatan berikutnya.
Al-Qur’an menggambarkannya sebagai berikut.
“Maka, barangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan
(adanya pahala) yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju
kemudahan (kebahagiaan).” (QS. Al-Lail: 5-7).
Saat Allah menerima puasa kita di bulan Ramadan, maka selepas bulan Ramadan diri kita pun
insyaAllah akan dimudahkan untuk mengerjakan puasa-puasa lainnya. Yang paling dekat
dengan bulan Ramadan adalah berpuasa enam hari di bulan Syawal, sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari pada bulan Syawal,
maka dia seperti berpuasa selama satu tahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).
Ketiga, ada pengaruh positif yang dirasakan setelah beramal di bulan Ramadan. Amal saleh
yang diterima oleh Allah Ta’ala maka akan memberikan dampak positif bagi pelakunya, baik di
dunia ini maupun di akhirat nanti. Yang paling besar dan paling mudah untuk dirasakan adalah
kebahagiaan di dunia ini. Allah Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri
balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl:
97).
Dengan selesainya bulan Ramadan bukan berarti semangat kita dalam beramal menjadi lemah,
kemaksiatan yang sebelumnya kita lakukan kembali dilakukan. Perbanyak berdoa kepada Allah
Ta’ala agar Allah menerima seluruh amal ibadah yang kita lakukan di bulan yang mulia ini.
Karena Allah-lah satu-satunya yang akan memberikan taufik kepada kita dan Dia-lah satu-
satunya yang akan menerima dan menghitung amal ibadah kita (Idris, 2023).
Dengan melihat tiga tanda diterimanya amal secara umum, setidaknya secara personal kita bisa
mengidentifikasi setelah Ramadan berakhir apakah shaum kita diterima atau tidak oleh Alla
SWT. Tentu saja kita berharap semua amalan kita selama Ramadan kemarin diterima Allah
SWT. Wallahu a’lam bisshawab.
*) Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP dan Kabag. Penelitian LPPM USB YPKP